SLB - A (Tuna Netra)
. Metode Pengajaran
1. Metode Ceramah
Metode ini dapat
diterapkan kepada siswa tunanetra karena dalam pelaksanaan metode ini guru
menyampaikan materi pelajaran dengan penjelasan lisan dan siswa mendengar
penyampaian materi dari guru.
2. Metode Tanya Jawab
Metode ini dapat
diterapkan kepada siswa tunanetra karena metode ini merupakan tambahan dari
metode ceramah yang menggunakan indera pendengaran.
3. Metode Diskusi
Metode ini dapat
diterapkan kepada siswa tunanetra karena mereka dapat ikut berpartisipasi dalam
kegiatan diskusi itu karena dalam metode diskusi kemampuan daya pikir siswa
untuk memecahkan suatu persoalan lebih diutamakan. Dan metode ini bisa diikuti
tanpa menggunakan indera penglihatan.
4. Metode Sorogan
Metode ini dapat
diterapkan kepada siswa tunanetra karena adanya bimbingan langsung dari guru
kepada anak didik dan seorang guru dapat mengetahui langsung sejauh mana
kemampuan anak didiknya dalam memahami suatu materi pelajaran.
5. Metode Bandongan
Metode ini dapat
diterapkan kepada siswa tunanetra Inti karena guru memberikan penjelasan materi
kepada anak didik tidak secara perorangan. Metode ini merupakan kebalikan dari
metode sorogan.Tunanetra dapat mengikuti metode ini, karena metode ini dapat
diikuti dengan tanpa menggunakan indera penglihatan.
6. Metode Drill
Metode ini dapat
diterapkan kepada siswa tunanetra jika materi yang disampaikan dan media yang
digunakan mampu mendukung mereka untuk memahami materi pelajaran.
B. Fasilitas
Alat bantu menulis
huruf Braille (Reglette, Pen dan mesin ketik Braille); alat bantu membaca huruf
Braille (Papan huruf dan Optacon); alat bantu berhitung (Cubaritma,
Abacus/Sempoa, Speech Calculator), serta alat bantu yang bersifat audio seperti
tape-recorder. Guru yang mengajar di sekolah tersebut juga merupakan guru yang
telah diberikan pelatihan khusus untuk menangani anak tunanetra.
C. Mekanisme Pengajaran
Waktu belajar yang
diterapkan dalam 1 mata pelajaran adalah 40 menit dan waktu istirahat selama 15
menit.
D. Tujuan pembelajaran
· Menjadikan
murid lebih terampil dalam membuat sesuatu.
· Menjadikan
murid lebih mandiri dalam menghadapi suatu permasalahan.
· Diharapkan
murid lebih dapat bersosialisasi terhadap lingkungan di sekitarnya.
E. Manajemen kelas
Gaya penataan kelas
yang digunakan dalam sekolah ini adalah gaya seminar atau bentuk U karena guru
dapat duduk di tengah-tengah murid dan dapat berinteraksi langsung dengan murid
dengan cara duduk berhadapan dengan murid. Gaya manajemen kelas yang diterapkan
adalah gaya manajemen kelas otoritatif karena gurulah yang mengontrol langsung
materi yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar dan perilaku murid.
SLB - B (Tuna Rungu)
Pengertian dan Klasifikasi, Penyebab serta Cara Pencegahan Terjadinya
Tunarungu
Pengertian
Istilah tunarungu digunakan untuk orang yang mengalami
gangguan pendengaran yang mencakup tuli dan kurang dengar. Orang yang tuli
adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran (lebih dari 70 dB) yang
mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi bahasa melalui pendengarannya
sehingga ia tidak dapat memahami pembicaraan orang lain baik dengan memakai
maupun tidak memakai alat bantu dengar. Orang yang kurang dengar adalah orang
yang mengalami kehilangan pendengaran (sekitar 27 sampai 69 dB) yang biasanya
dengan menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya memungkinkan untuk
memproses informasi bahasa sehingga dapat memahami pembicaraan orang lain.
Klasifikasi
Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
- Tunarungu
Ringan (MildHearingLoss)
- Tunarungu
Sedang (ModerateHearingLoss).
- Tunarungu
Agak Berat (ModeratelySevereHearingLoss)
- Tunarungu
Berat (SevereHearingLoss)
- Tunarungu
Berat Sekali (ProfoundHearingLoss)
Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
- Ketunarunguan
Prabahasa (PrelingualDeafness)
- Ketunarunguan
Pasca Bahasa (Post Lingual Deafness)
Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat
di-klasifikasikan sebagai berikut.
- Tunarungu
Tipe Konduktif
- Tunarungu
Tipe Sensorineural
- Tunarungu
Tipe Campuran
Berdasarkan etiologi atau asal usulnya ketunarunguan diklasifikasikan
sebagai berikut.
1. Tunarungu
Endogen
2. Tunarungu
Eksogen
Penyebab
Penyebab Tunarungu Tipe Konduktif:
Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga luar yang
dapat disebabkan antara lain oleh:
- tidak
terbentuknya lubang telinga bagian luar
(atresiameatusakustikusexternus), dan
- terjadinya
peradangan pada lubang telinga luar (otitisexterna).
Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah,
yang dapat disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut:
- Ruda
Paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada telinga seperti
karena jatuh tabrakan, tertusuk, dan sebagainya.
- Terjadinya
peradangan/inpeksi pada telinga tengah (otitis media).
- Otosclerosis,
yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang stapes.
- Tympanisclerosis,
yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada gendang dengar (membran
timpani) dan tulang pendengaran.
- Anomali
congenital dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya tulang
pendengaran yang dibawa sejak lahir.
- Disfungsi
tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah
dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.
Penyebab Terjadinya Tunarungu Tipe Sensorineural
- Disebabkan
oleh faktor genetik (keturunan),
- Disebabkan
oleh faktor non genetik antara lain:
- Rubena
(Campak Jerman)
- Ketidaksesuaian
antara darah ibu dan anak.
- Meningitis
(radang selaput otak )
- Trauma
akustik
Cara Pencegahan Terjadinya Tunarungu
- Pada
saat sebelum nikah (pra nikah) antara lain: menghindari pernikahan
sedarah atau pernikahan dengan saudara dekat; melakukan pemeriksaan
darah; dan melakukan konseling genetika.
- Upaya
yang dapat dilakukan pada waktu hamil,antara lain: menjaga kesehatan dan
memeriksakan kehamilan secara teratur; mengkonsumsi gizi yang
baik/seimbang; tidak meminum obat sembarangan; dan melakukan imunisasi
tetanus.
- Upaya
yang dapat dilakukan pada saat melahirkan, antara lain: tidak menggunakan
alat penyedot dan apabila Ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada
daerah vaginanya,maka kelahiran harus melalui operasi caesar.
- Upaya
yang dapat dilakukan pada masa setelah lahir antara lain: melakukan
imunisasi dasar serta imunisasi rubela yang sangat penting, terutama bagi
wanita; mencegah sakit influenza yang terlalu lama (terutama pada anak);
dan menjaga telinga dari kebisingan.
Karakteristik Anak Tunarungu
- Karakteristik
anak tunarungu dalam aspek akademik
Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak
tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran
yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata pelajaran yang bersifat
non verbal dengan anak normal seusianya.
- Karakteristik
anak tunarungu dalam aspek sosial-emosional adalah sebagai berikut:
- Pergaulan
terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam
kemampuan berkomunikasi.
- Sifat
ego-sentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukkan dengan sukarnya
mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain,
sukarnya menye-suaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada
“aku/ego”, sehingga kalau ada keinginan, harus selalu dipenuhi.
- Perasaan
takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia
tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri.
- Perhatian
anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda
atau pekerjaan tertentu.
- Memiliki
sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak
nuansa.
- Cepat
marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya mengalami
kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya secara
lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain.
- Karakteristik
tunarungu dari segi fisik/kesehatan adalah sebagai berikut.
Jalannya kaku dan agak membungkuk (jika organ keseimbangan yang ada pada
telinga bagian dalam terganggu); gerak matanya lebih cepat; gerakan
tangannya cepat/lincah; dan pernafasannya pendek; sedangkan dalam aspek
kesehatan, pada umumnya sama dengan orang yang normal lainnya.
- Sebagaimana
anak lainnya yang mendengar, anak tunarungu membutuhkan pendidikan untuk
mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan
karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Di samping sebagai
kebutuhan, pemberian layanan pendidikan kepada anak tunarungu, didasari
oleh beberapa landasan, yaitu landasan agama, kemanusiaan, hukum, dan
pedagogis.
- Ditinjau
dari jenisnya, layanan pendidikan terhadap anak tunarungu, meliputi
layanan umum dan khusus. Layanan umum merupakam layanan yang biasa
diberikan kepada anak mendengar/normal, sedangkan layanan khusus merupakan
layanan yang diberikan untuk mengurangi dampak kelainannya, yang meliputi
layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan irama.
- Ditinjau
dari tempat sistem pendidikannya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu
dikelompokkan menjadi sistem segregasi dan integrasi/terpadu. Sistem
segregasi merupakan sistem pendidikan yang terpisah dari penyelenggaraan
pendidikan untuk anak mendengar/normal. Tempat pendidikan bagi anak
tunarungu melalui sistem ini meliputi: sekolah khusus (SLB-B), SDLB, dan
kelas jauh atau kelas kunjung. Sistem Pendidikan intergrasi/terpadu,
merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak
tunarungu untuk belajar bersama anak mendengar/normal di sekolah
umum/biasa. Melalui sistem ini anak tunarungu ditempatkan dalam berbagai
bentuk keterpaduan yang sesuai dengan kemampuannya. Depdiknas (1984)
mengelompokkan bentuk keterpaduan tersebut menjadi kelas biasa, kelas
biasa dengan ruang bimbingan khusus, serta kelas khusus.
- Strategi
pembelajaran bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan strategi
pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak mendengar/normal,
akan tetapi dalam pelaksanaannya, harus bersifat visual, artinya lebih
banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa tunarungu.
Pada dasarnya tujuan dan fungsi
evaluasi dalam pembelajaran siswa tunarungu sama dengan siswa mendengar atau
normal, yaitu untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran, serta untuk
umpan balik bagi guru. Kegiatan evaluasi bagi siswa tunarungu, harus
memperhatikan prinsip-prinsip: berkesinambungan, menyeluruh, objektif, dan
pedagogis. Sedangkan alat evaluasi secara garis besar dibagi atas dua macam,
yaitu alat evaluasi umum yang digunakan dalam pembelajaran di kelas biasa dan
alat evaluasi khusus yang digunakan dalam pembelajaran di kelas khusus dan
ruang bimbingan khusus.
SLB - C (Tuna Grahita)
Tuna Grahita adalah keadaaan keterbelakangan mental,
keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation) yang
ditandai dengan lemahnya fungsi intelektual atau kelainan dalam pertumbuhan dan
perkembangan pada mental intelektual
Ciri-ciri tuna grahita
antara lain:
-kecerdasan sangat
terbatas
-ketidakmampuan sosial
yaitu tidak mampu mengurus diri, sehingga selalu memerlukan bantuan orang lain
-keterbatasan minat
-daya ingat lemah
-emosi sangat labil
-apatis,acuh tak acuh
terhadap sekitarnya
Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
-Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),
-Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
-Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
-Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
Klasifikasi Jenis Kecacatan
Jenis kecacatan penyandang cacat
grahita / cacat ganda terlantar dikelompokkan menjadi :
1. Debil : Yaitu retardasi
mental ringan.Penyandang cacat yang termasuk dalam kelompok ini dapat dilatih
dan dididik.
2. Embisi : Yaitu retardasi mental sedang. Penyandang cacat yang
termasuk dalam kelompok ini mampu latih.
3. Idiot : Yaitu retardasi mental berat. Penyandang cacat yang
termasuk dalam kelompok ini tidak dapat dilatih atau dididik karena tingkat
kecerdasan (IQ) sangat rendah, sehingga hanya mampu rawat.
Dalam
Sekolah Luar Biasa khususnya SLB-C untuk tunagrahita anak-anak dengan retardasi
mental dapat digolongkan menjadi 2 tipe :
-Educabel
Pada
kategori ini anak-anak yang bersekolah adalah yang mampu didik atau yang
disebut dengan anak-anak dengan retardasi mental ringan. Mereka dapat dididik
sampai dengan kelas 5 atau 6 sekolah dasar dan dapat dimasukkan pada sekolah
SLB-C
-Trainable
Kategori
Trainable atau mampu latih dapat diberikan pada anak-anak dengan retardasi
mental moderat, yang bisa dilatih merawat dirinya sendiri, pertahanan diri,
cara makan, minum, dan mandi dan dapat juga dilatih untuk bekerja agar dapat
mencari nafkah sendiri nantinya. Sekolah Luar Biasa untuk kateori ini adalah
SLB-C1
Metode
Pengajaran
-SLB-C
Untuk anak
SLB-C atau mampu didik metode pengajaran yang dapat digunakan adalah metode
ceramah oleh guru seperti pada tingkat Sekolah Dasar lainnya.
Dalam hal
ini guru menerangkan tentang materi yang diajarkan. Setelah itu guru dapat
melakukan tanya jawab dengan murid sehingga murid lebih mampu untuk mengerti
apa yang diajarkan. Guru juga bisa menggunakan alat peraga untuk beberapa
pelajaran agar anak lebih tertarik untuk belajar dan mampu untuk mengingat
lebih baik materi pembelajarannya. Setiap minggunya juga dapat dibuat pelaporan
kinerja sehingga guru dapat mengetahui perkembangan anak secara baik juga
memberikan reward bagi anak yang berkembang dengan baik dan disiplin dalam
kelas.
-SLB-C1
Untuk anak SLB-C1 atau mampu latih metode
pengajaran yang dapat digunakan adalah ceramah secara efektif dengan
menggunakan kontak mata yang baik, isyarat, juga suara yang jelas. Guru dapat
membangun komunikasi yang baik dengan murid sehingga murid merasa nyaman saat
belajar. Karena mereka merupakan murid yang mampu didik maka harus disediakan
berbagai alat untuk menunjang pembelajaran mereka.
SLB-C dan
SLB-C1 difasilitasi dengan pengajar khusus untuk tuna grahita didampingi
oleh psikolog dan tim medis yang diperlukan untuk memantau perkembangan
anak tuna grahita tersebut.
Tujuan
Pembelajaran
SLB-C dan
SLB-C1
- penderita
tuna grahita diharapkan mampu mempelajari berbagai keterampilan dan menekankan
pada bina diri dan sosialisasi
-Menyiapkan
peserta didik agar dapat bersosialisasi di masyarakat
-Membekali
peserta didik untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih lanjut
-Menyiapkan
peserta didik agar memiliki keterampilan untuk bekal hidup mandiri
SLB D : Tunadaksa
Tunadaksa adalah
individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat
bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy,amputasi, polio dan lumpuh.Tingkat
gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam
melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui
terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi
sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak
mampu mengontrol gerakan fisik.
SLB - D (Tuna Daksa)
SLB-D adalah Sekolah untuk Tunadaksa (Anak yang
mengalami cacat tubuh). Karakterisitik anak tunadaksa adalah:
anggota gerak tubuh tidak lengkap, bentuk anggota tubuh dan tulang belakang
tidak normal, kemampuan gerak sendi terbatas, ada hambatan dalam melaksanakan
aktiļ¬tas kehidupan sehari hari.
Sistem
yang saya anggap baik jika mendirikan sekolah SLB-D, harus memiliki;
- Metode
pengajaran
· Ceramah
· Diskusi
Berkelompok
· Praktek
(Dalam pengjaran kegiatan agar lebih mandiri dalam kegiatan sehari-hari).
- Fasilitas :
·
Pengajar/Pembina, Psikolog
dan Dokter khusus untuk menjamin perkembangan anak sesuai.
·
Gedung dan Ruang yang
dikhususkan untuk keperluan anak tuna daksa
(Contoh:
Terdapat tangga yang rata tanpa anak tangga yang dikhususkan untuk
memudahkan siswa yang memakai kursi roda, atau wastafel rendah agar mereka
tidak perlu dibantu berdiri untuk mencuci tangan.)
·
Komputer, Alat olahraga,
UKS yang lengkap.
C. Mekanisme
Pembelajaran
·
Pertemuan dilakukan 5
hari aktif untuk pelajaran akademis / pelatihan berkegiatan untuk mandiri dan 1
hari untuk ekstrakulikuler.
·
Dalam sehari pertemuan
diadakan 14 jam dengang istirahat 2x30menit setiap pertemuannya. Setiap mata
pelajaran berlaku 45menit/pertemuan.
·
Proses belajar mengajar
dimulai dengan; ceramah 30 menit, berdiskusi sekelompok 60 menit, praktek(jika
diperlukan)
D. Tujuan Pembelajaran
·
Tujuan Umum:
Meningkatkan
status kesehatan dan mengurangi tingkat ketergantungan anak penyandang cacat di
SLB.
·
Tujuan Khusus:
1.
Meningkatnya kemampuan tenaga kesehatan di puskesmas
dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan anak
penyandang
cacat di SLB.
2.
Memberi makna bahwa mereka dapat belajar apa yang anak normal
lain dapat pelajari (khususnya dalam hal akademis dan bakat).
E. Manajemen
Kelas
·
Setiap kelas berisi 7-12
anak.
·
Setiap kelas didampingi
2-3 pengajar (diharapkan 1 pengajar/pembina memegang 3-4 anak)
SLB - E (Tuna Laras)
-Metode Pengajaran:
Metode Pengajaran
menggunakan Teacher Centered Learning (TCL) dikarenakan butuh control dari
pengajar agar tidak terjadi kecelakaan akibat keterbatasan atau kekurangan
pengendalian emosi.
-Fasilitas:
- Pengawas pembelajaran dimana di
setiap proses belajar mengajar ada pengawas yang menjadi control kelas
- penjauhan dari fasilitas
benda-benda yang dapat melukai. Missal: benda tajam, kursi diganti dengan
karpet
- psikolog yang mumpuni sebagai
monitoring emosi atau therapy penenang
- fasilitas medis untuk mengatasi
hal-hal yang berkenaan dengan medis.
- Penggunaan slide dan infokus
serta hal-hal yang tidak impulsive agar tidak mendiskombabulasikan emosi
-Mekanisme Pengajaran
Pengajar memberikan materi yang
berkenaan dengan kognisi dan intelegensi anak-anak tuna Laras. Pengajar
diberikan training oleh psikolog mengenai cara mengatasi ABK. Lalu setiap bahan
pengajaran diberikan feedback kepada anak ABK seminim mungkin dan senyaman
mungkin bagi mereka
-Tujuan Pembelajaran
Untuk membantu akademis dan
kesejahteraan anak-anak ABK terutama penyandang tuna Laras agar bisa bercampur
dengan masyarakat di masa depan dan terjamin masa depanyanglebihbaik.
-Manajemen Kelas,
Tempat, dan Waktu
Manajemen kelas menggunakan kelas
kluster dan auditorium, disesuaikan dengan kondisi kelas. Waktu 5 hari dalam
seminggu sebagai insentif kenyamanan penyandang tuna Laras. Tempat akan di
pisahkan dalam kelas tertentu menurut dari kemampuan kestabilan emosi dan
akademis.