Friday, May 9, 2014

Sekolah untuk anak berkebutuhan khusus


SLB - A (Tuna Netra)
.   Metode Pengajaran
1.      Metode Ceramah
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena dalam pelaksanaan metode ini guru menyampaikan materi pelajaran dengan penjelasan lisan dan siswa mendengar penyampaian materi dari guru.

2.      Metode Tanya Jawab
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena metode ini merupakan tambahan dari metode ceramah yang menggunakan indera pendengaran.

3.      Metode Diskusi
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena mereka dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi itu karena dalam metode diskusi kemampuan daya pikir siswa untuk memecahkan suatu persoalan lebih diutamakan. Dan metode ini bisa diikuti tanpa menggunakan indera penglihatan.

4.      Metode Sorogan
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra karena adanya bimbingan langsung dari guru kepada anak didik dan seorang guru dapat mengetahui langsung sejauh mana kemampuan anak didiknya dalam memahami suatu materi pelajaran.

5.      Metode Bandongan
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra Inti karena guru memberikan penjelasan materi kepada anak didik tidak secara perorangan. Metode ini merupakan kebalikan dari metode sorogan.Tunanetra dapat mengikuti metode ini, karena metode ini dapat diikuti dengan tanpa menggunakan indera penglihatan.

6.      Metode Drill
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunanetra jika materi yang disampaikan dan media yang digunakan mampu mendukung mereka untuk memahami materi pelajaran.


B.   Fasilitas
Alat bantu menulis huruf Braille (Reglette, Pen dan mesin ketik Braille); alat bantu membaca huruf Braille (Papan huruf dan Optacon); alat bantu berhitung (Cubaritma, Abacus/Sempoa, Speech Calculator), serta alat bantu yang bersifat audio seperti tape-recorder. Guru yang mengajar di sekolah tersebut juga merupakan guru yang telah diberikan pelatihan khusus untuk menangani anak tunanetra.

C.   Mekanisme Pengajaran
Waktu belajar yang diterapkan dalam 1 mata pelajaran adalah 40 menit dan waktu istirahat selama 15 menit.

D.   Tujuan pembelajaran
·         Menjadikan murid lebih terampil dalam membuat sesuatu.
·         Menjadikan murid lebih mandiri dalam menghadapi suatu permasalahan.
·         Diharapkan murid lebih dapat bersosialisasi terhadap lingkungan di sekitarnya.

E.   Manajemen kelas
Gaya penataan kelas yang digunakan dalam sekolah ini adalah gaya seminar atau bentuk U karena guru dapat duduk di tengah-tengah murid dan dapat berinteraksi langsung dengan murid dengan cara duduk berhadapan dengan murid. Gaya manajemen kelas yang diterapkan adalah gaya manajemen kelas otoritatif karena gurulah yang mengontrol langsung materi yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar dan perilaku murid.


SLB - B (Tuna Rungu)

Pengertian dan Klasifikasi, Penyebab serta Cara Pencegahan Terjadinya Tunarungu
Pengertian
Istilah tunarungu digunakan untuk orang yang mengalami gangguan pendengaran yang mencakup tuli dan kurang dengar. Orang yang tuli adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran (lebih dari 70 dB) yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi bahasa melalui pendengarannya sehingga ia tidak dapat memahami pembicaraan orang lain baik dengan memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar. Orang yang kurang dengar adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran (sekitar 27 sampai 69 dB) yang biasanya dengan menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya memungkinkan untuk memproses informasi bahasa sehingga dapat memahami pembicaraan orang lain.

Klasifikasi
Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
      1. Tunarungu Ringan (MildHearingLoss)
      2. Tunarungu Sedang (ModerateHearingLoss).
      3. Tunarungu Agak Berat (ModeratelySevereHearingLoss)
      4. Tunarungu Berat (SevereHearingLoss)
      5. Tunarungu Berat Sekali (ProfoundHearingLoss)


Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
      1. Ketunarunguan Prabahasa (PrelingualDeafness)
      2. Ketunarunguan Pasca Bahasa (Post Lingual Deafness)
Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat di-klasifikasikan sebagai berikut.
      1. Tunarungu Tipe Konduktif
      2. Tunarungu Tipe Sensorineural
      3. Tunarungu Tipe Campuran

Berdasarkan etiologi atau asal usulnya ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut.
1.      Tunarungu Endogen
2.      Tunarungu Eksogen

Penyebab
Penyebab Tunarungu Tipe Konduktif:
Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga luar yang dapat disebabkan antara lain oleh:
        • tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (atresiameatusakustikusexternus), dan
        • terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitisexterna).
Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut:
        • Ruda Paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada telinga seperti karena jatuh tabrakan, tertusuk, dan sebagainya.
        • Terjadinya peradangan/inpeksi pada telinga tengah (otitis media).
        • Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang stapes.
        • Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada gendang dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran.
        • Anomali congenital dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir.
        • Disfungsi tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.

Penyebab Terjadinya Tunarungu Tipe Sensorineural
          1. Disebabkan oleh faktor genetik (keturunan),
          2. Disebabkan oleh faktor non genetik antara lain:
            • Rubena (Campak Jerman)
            • Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak.
            • Meningitis (radang selaput otak )
            • Trauma akustik


Cara Pencegahan Terjadinya Tunarungu
    1. Pada saat sebelum nikah (pra nikah) antara lain: menghindari pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudara dekat; melakukan pemeriksaan darah; dan melakukan konseling genetika.
    2. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil,antara lain: menjaga kesehatan dan memeriksakan kehamilan secara teratur; mengkonsumsi gizi yang baik/seimbang; tidak meminum obat sembarangan; dan melakukan imunisasi tetanus.
    3. Upaya yang dapat dilakukan pada saat melahirkan, antara lain: tidak menggunakan alat penyedot dan apabila Ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada daerah vaginanya,maka kelahiran harus melalui operasi caesar.
    4. Upaya yang dapat dilakukan pada masa setelah lahir antara lain: melakukan imunisasi dasar serta imunisasi rubela yang sangat penting, terutama bagi wanita; mencegah sakit influenza yang terlalu lama (terutama pada anak); dan menjaga telinga dari kebisingan.

Karakteristik Anak Tunarungu
  1. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademik
    Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata pelajaran yang bersifat non verbal dengan anak normal seusianya.
  2. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek sosial-emosional adalah sebagai berikut:
    • Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.
    • Sifat ego-sentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukkan dengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menye-suaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada “aku/ego”, sehingga kalau ada keinginan, harus selalu dipenuhi.
    • Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri.
    • Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.
    • Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
    • Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain.
  1. Karakteristik tunarungu dari segi fisik/kesehatan adalah sebagai berikut.
    Jalannya kaku dan agak membungkuk (jika organ keseimbangan yang ada pada telinga bagian dalam terganggu); gerak matanya lebih cepat; gerakan tangannya cepat/lincah; dan pernafasannya pendek; sedangkan dalam aspek kesehatan, pada umumnya sama dengan orang yang normal lainnya.

  1. Sebagaimana anak lainnya yang mendengar, anak tunarungu membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Di samping sebagai kebutuhan, pemberian layanan pendidikan kepada anak tunarungu, didasari oleh beberapa landasan, yaitu landasan agama, kemanusiaan, hukum, dan pedagogis.
  2. Ditinjau dari jenisnya, layanan pendidikan terhadap anak tunarungu, meliputi layanan umum dan khusus. Layanan umum merupakam layanan yang biasa diberikan kepada anak mendengar/normal, sedangkan layanan khusus merupakan layanan yang diberikan untuk mengurangi dampak kelainannya, yang meliputi layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan irama.
  3. Ditinjau dari tempat sistem pendidikannya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu dikelompokkan menjadi sistem segregasi dan integrasi/terpadu. Sistem segregasi merupakan sistem pendidikan yang terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak mendengar/normal. Tempat pendidikan bagi anak tunarungu melalui sistem ini meliputi: sekolah khusus (SLB-B), SDLB, dan kelas jauh atau kelas kunjung. Sistem Pendidikan intergrasi/terpadu, merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama anak mendengar/normal di sekolah umum/biasa. Melalui sistem ini anak tunarungu ditempatkan dalam berbagai bentuk keterpaduan yang sesuai dengan kemampuannya. Depdiknas (1984) mengelompokkan bentuk keterpaduan tersebut menjadi kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, serta kelas khusus.
  4. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak mendengar/normal, akan tetapi dalam pelaksanaannya, harus bersifat visual, artinya lebih banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa tunarungu.
            Pada dasarnya tujuan dan fungsi evaluasi dalam pembelajaran siswa tunarungu sama dengan siswa mendengar atau normal, yaitu untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran, serta untuk umpan balik bagi guru. Kegiatan evaluasi bagi siswa tunarungu, harus memperhatikan prinsip-prinsip: berkesinambungan, menyeluruh, objektif, dan pedagogis. Sedangkan alat evaluasi secara garis besar dibagi atas dua macam, yaitu alat evaluasi umum yang digunakan dalam pembelajaran di kelas biasa dan alat evaluasi khusus yang digunakan dalam pembelajaran di kelas khusus dan ruang bimbingan khusus.


SLB - C (Tuna Grahita)
            Tuna Grahita adalah keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation) yang ditandai dengan lemahnya fungsi intelektual atau kelainan dalam pertumbuhan dan perkembangan pada mental intelektual

Ciri-ciri tuna grahita antara lain:
-kecerdasan sangat terbatas
-ketidakmampuan sosial yaitu tidak mampu mengurus diri, sehingga selalu memerlukan bantuan orang lain
-keterbatasan minat
-daya ingat lemah
-emosi sangat labil
-apatis,acuh tak acuh terhadap sekitarnya

Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
-Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),
-Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
-Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
-Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).

Klasifikasi Jenis Kecacatan
Jenis kecacatan penyandang cacat grahita / cacat ganda terlantar dikelompokkan menjadi :
1. Debil           :  Yaitu retardasi mental ringan.Penyandang cacat yang termasuk dalam kelompok ini dapat dilatih dan dididik.
2. Embisi         : Yaitu retardasi mental sedang. Penyandang cacat yang termasuk dalam kelompok ini mampu latih.
3. Idiot            : Yaitu retardasi mental berat. Penyandang cacat yang termasuk dalam kelompok ini tidak dapat dilatih atau dididik karena tingkat kecerdasan (IQ) sangat rendah, sehingga hanya mampu rawat.
 
Dalam Sekolah Luar Biasa khususnya SLB-C untuk tunagrahita anak-anak dengan retardasi mental dapat digolongkan menjadi 2 tipe    :

-Educabel
Pada kategori ini anak-anak yang bersekolah adalah yang mampu didik atau yang disebut dengan anak-anak dengan retardasi mental ringan. Mereka dapat dididik sampai dengan kelas 5 atau 6 sekolah dasar dan dapat dimasukkan pada sekolah SLB-C

-Trainable
Kategori Trainable atau mampu latih dapat diberikan pada anak-anak dengan retardasi mental moderat, yang bisa dilatih merawat dirinya sendiri, pertahanan diri, cara makan, minum, dan mandi dan dapat juga dilatih untuk bekerja agar dapat mencari nafkah sendiri nantinya. Sekolah Luar Biasa untuk kateori ini adalah SLB-C1

Metode Pengajaran
-SLB-C
Untuk anak SLB-C atau mampu didik metode pengajaran yang dapat digunakan adalah metode ceramah oleh guru seperti pada tingkat Sekolah Dasar lainnya.
Dalam hal ini guru menerangkan tentang materi yang diajarkan. Setelah itu guru dapat melakukan tanya jawab dengan murid sehingga murid lebih mampu untuk mengerti apa yang diajarkan. Guru juga bisa menggunakan alat peraga untuk beberapa pelajaran agar anak lebih tertarik untuk belajar dan mampu untuk mengingat lebih baik materi pembelajarannya. Setiap minggunya juga dapat dibuat pelaporan kinerja sehingga guru dapat mengetahui perkembangan anak secara baik juga memberikan reward bagi anak yang berkembang dengan baik dan disiplin dalam kelas.

-SLB-C1
 Untuk anak SLB-C1 atau mampu latih metode pengajaran yang dapat digunakan adalah ceramah secara efektif dengan menggunakan kontak mata yang baik, isyarat, juga suara yang jelas. Guru dapat membangun komunikasi yang baik dengan murid sehingga murid merasa nyaman saat belajar. Karena mereka merupakan murid yang mampu didik maka harus disediakan berbagai alat untuk menunjang pembelajaran mereka.

SLB-C dan SLB-C1 difasilitasi dengan pengajar khusus untuk tuna grahita didampingi 
          oleh psikolog dan tim medis yang diperlukan untuk memantau perkembangan
          anak tuna grahita tersebut.

Tujuan Pembelajaran
SLB-C dan SLB-C1
- penderita tuna grahita diharapkan mampu mempelajari berbagai keterampilan dan menekankan pada bina diri dan sosialisasi
-Menyiapkan peserta didik agar dapat bersosialisasi di masyarakat
-Membekali peserta didik untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih lanjut
-Menyiapkan peserta didik agar memiliki keterampilan untuk bekal hidup mandiri

SLB D : Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy,amputasi, polio dan lumpuh.Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.


SLB - D (Tuna Daksa)

            SLB-D adalah Sekolah untuk Tunadaksa (Anak yang mengalami cacat tubuh). Karakterisitik anak tunadaksa adalah: anggota gerak tubuh tidak lengkap, bentuk anggota tubuh dan tulang belakang tidak normal, kemampuan gerak sendi terbatas, ada hambatan dalam melaksanakan aktifitas kehidupan sehari hari.
                                                   
Sistem yang saya anggap baik jika mendirikan sekolah SLB-D, harus memiliki;


  1. Metode pengajaran     
·         Ceramah
·         Diskusi Berkelompok
·         Praktek (Dalam pengjaran kegiatan agar lebih mandiri dalam kegiatan sehari-hari).


  1. Fasilitas      :          
·         Pengajar/Pembina, Psikolog dan Dokter khusus untuk menjamin perkembangan anak sesuai.
·         Gedung dan Ruang yang dikhususkan untuk keperluan anak tuna daksa
(Contoh: Terdapat tangga yang rata tanpa anak tangga yang dikhususkan   untuk memudahkan siswa yang memakai kursi roda, atau wastafel rendah agar mereka tidak perlu dibantu berdiri untuk mencuci tangan.)
·         Komputer, Alat olahraga, UKS yang lengkap.


C. Mekanisme Pembelajaran    
·         Pertemuan dilakukan 5 hari aktif untuk pelajaran akademis / pelatihan berkegiatan untuk mandiri dan 1 hari untuk ekstrakulikuler.
·         Dalam sehari pertemuan diadakan 14 jam dengang istirahat 2x30menit setiap pertemuannya. Setiap mata pelajaran berlaku 45menit/pertemuan.
·         Proses belajar mengajar dimulai dengan; ceramah 30 menit, berdiskusi sekelompok 60 menit, praktek(jika diperlukan)


D.   Tujuan Pembelajaran
·         Tujuan Umum:
Meningkatkan status kesehatan dan mengurangi tingkat ketergantungan anak penyandang cacat di SLB.
·         Tujuan Khusus:
1. Meningkatnya kemampuan tenaga kesehatan di puskesmas
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan anak
penyandang cacat di SLB.
2. Memberi makna bahwa mereka dapat belajar apa yang anak normal lain  dapat pelajari (khususnya dalam hal akademis dan bakat).


E.   Manajemen Kelas

·         Setiap kelas berisi 7-12 anak.
·         Setiap kelas didampingi 2-3 pengajar (diharapkan 1 pengajar/pembina memegang 3-4 anak)



SLB - E (Tuna Laras)
-Metode Pengajaran:
Metode Pengajaran menggunakan Teacher Centered Learning (TCL) dikarenakan butuh control dari pengajar agar tidak terjadi kecelakaan akibat keterbatasan atau kekurangan pengendalian emosi.
-Fasilitas:
  1. Pengawas pembelajaran dimana di setiap proses belajar mengajar ada pengawas yang menjadi control kelas
  2. penjauhan dari fasilitas benda-benda yang dapat melukai. Missal: benda tajam, kursi diganti dengan karpet
  3. psikolog yang mumpuni sebagai monitoring emosi atau therapy penenang
  4. fasilitas medis untuk mengatasi hal-hal yang berkenaan dengan medis.
  5. Penggunaan slide dan infokus serta hal-hal yang tidak impulsive agar tidak mendiskombabulasikan emosi
-Mekanisme Pengajaran
            Pengajar memberikan materi yang berkenaan dengan kognisi dan intelegensi anak-anak tuna Laras. Pengajar diberikan training oleh psikolog mengenai cara mengatasi ABK. Lalu setiap bahan pengajaran diberikan feedback kepada anak ABK seminim mungkin dan senyaman mungkin bagi mereka

-Tujuan Pembelajaran
            Untuk membantu akademis dan kesejahteraan anak-anak ABK terutama penyandang tuna Laras agar bisa bercampur dengan masyarakat di masa depan dan terjamin masa depanyanglebihbaik. 

-Manajemen Kelas, Tempat, dan Waktu
            Manajemen kelas menggunakan kelas kluster dan auditorium, disesuaikan dengan kondisi kelas. Waktu 5 hari dalam seminggu sebagai insentif kenyamanan penyandang tuna Laras. Tempat akan di pisahkan dalam kelas tertentu menurut dari kemampuan kestabilan emosi dan akademis.

No comments :

Post a Comment