EMOSI
Emosi
adalah pengalaman yang memberikan warna, arti dan intesitas dalam hidup kita
atau yang dapat berupa perasaan positif ataupun
negatif dalam bereaksi yang disertai dengan keterbangkitan fisik dan berkaitan
dengan perilaku. Emosi tidak hanya sebatas marah. Ada banyak
macam emosi lain seperti, sedih, takut, jijik, terkejut, dsb yang dapat dibedakan dalam nilai positif dan
negatif.
Secara garis besar, ada dua jenis
emosi, emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif lebih cenderung
menghasilkan reaksi yang positif seperti senang dan bangga. Sedangkan emosi
negatif cenderung menghasilkan reaksi yang negatif seperti marah dan sedih. Kedua
emosi ini pada dasarnya tidak berlawanan dan justru keduanya saling bergantung.
Watson, Tellegen, dan Clark membuat
sebuah ‘map’ yang menjelaskan tentang struktur dan hubungan di antara emosi
yang berbeda. Terdapat empat bagian
dalam diagram Watson, Tellegen, dan Clark, yakni ‘High Positive Emotion’ ,
‘High Negative Emotion’ , ‘Low Positive Emotion’ dan ‘Low Negative Emotion’.
Contohnya perasaan sangat senang terdapat pada sumbu ‘High Positive Emotion’
dan perasaan sedih terdapat pada sumbu ‘High Negative Emotion’ dan ‘Low
Negative Emotion’ tetapi skalanya cenderung lebih tinggi di sumbu ‘High
Negative Emotion’.
TIGA TEORI EMOSI
Beberapa psikolog mengemukakan elemen
dasar emosi sebagai berikut:
1.
Merupakan sebuah situasi stimulus yang menghasilkan reaksi
2.
Merupakan suatu tanda positif atau negatif dari pengalaman kesadaran
‘emosi’ yang kita rasakan
3.
Merupakan keadaan hidup dari psychological
arousal yang diproduksi oleh sistem saraf otonomi dan kelenjar endokrin
4.
Dihubungkan dengan perilaku yang umumnya menyertai emosi
·
Teori James-Lange
William
James menyatakan bahwa stimulus emosional dijalankan oleh sensory relay centre, yang memproses reaksi tubuh terhadap takut
melalui hipotalamus dan bagian simpatis pada sistem syaraf otonom. Sensasi dari reaksi tubuh
ini kemudian dikirim kembali ke cortex
dan memproduksi apa yang kita rasakan di
kesadaran yaitu emosi.
William James mengungkapkan bahwa emosi terjadi sesudah reaksi fisiologis
karena rangsangan di lingkungan. Beliau mengatakan “Kita merasa sedih karena
kita menangis, kita marah karena kita menyerang, kita takut karena kita
gemetar”.Jalur terjadinya emosi diawali dengan datangnya stimulus yang
dilanjutkan dengan timbulnya reaksi dan menghasilkan emosi.
·
Teori Cannon-Bard
Teorinya mengatakan kesadaran emosi
dan reaksi fisiologis adalah relatif bebas pada suatu keadaan. Jalur terjadinya
emosi diawali dengan datangnya informasi dari stimulus emosional sampai pertama
kali di talamus lalu menuju ke cerebral
cortex dan hipotalamus. Di hipotalamus mengakibatkan kebangkitan psikologis
yang membentuk reaksi.
·
Teori Kognitif
Teori ini menyatakan bahwa
interpretasi kognitif dari kejadian-kejadian di dunia luar dan stimulus dari
dalam diri merupakan faktor kunci dari emosi. Berdasarkan teori ini proses
interpretasi kognitif emosi terbagi menjadi dua tahap yaitu
1.
Interpretasi stimulus dari lingkungan
Pada tahap ini informasi yang datang
dari luar pertama sekali bergerak ke arah cerebral
cortex dimana informasi diinterpretasikan kemudian informasi tersebut
dikirim ke system lymbic dan
autonomik nervous system. Dalam tahap
ini, informasi yang datang dari lingkungan akan mempengaruhi emosi seseorang.
Contohnya jika suatu hari kamu menerima kado dari musuhmu maka kamu akan merasa
takut atau bisa menganggap kado tersebut berbahaya, tetapi apabila kamu mendapat
kado dari teman dekatmu maka kamu akan dengan senang hati menerima kado
tersebut tanpa curiga.
2.
Interpretasi stimulus dari tubuh
Dalam tahapan ini emosi terbentuk berdasarkan dengan kondisi
internal seseorang. Berdasarkan hasil penelitian Schacter and Singer, mereka
meyakini bahwa gairah emosional adalah hasil pembauran, dimana autonomic nervous system dan kelenjar
endokrin diaktifkan dengan cara yang sama untuk menentukan emosi mana yang
dikeluarkan. Contohnya ketika seseorang gemetar setelah mendengar suara
tembakan maka ia mengartikannya sebagai takut sedangkan gemetar yang dihasilkan
karena dicium oleh seseorang yang dicintainya maka ia mengartikannya sebagai
rasa senang.
LIE DETECTOR
Salah satu alat guna melakukan tes kebohongan adalah polygraph dengan cara
mengukur perubahan fisiologis tubuh yang terjadi ketika menjawab “ya” atau
”tidak” atas beberapa pertanyaan yang diajukan. Alat ini mendeteksi apakah seseorang itu berbohong
atau jujur.
Alat ini bekerja
dengan cara mengukur pola pernafasan, tekanan darah, denyut nadi, dan perubahan
pada kulit seperti melihat ada atau tidaknya keringat, serta melihat perubahan
suara seseorang. Diasumsikan, jikaseseorang mengalami beberapa perubahan
fisiologis maka dia dinyatakan berbohong, jika tidak maka dia dinyatakan jujur.
Alat ini biasanya dipakai di
pengadilan, karena alat ini berguna untuk mengetes para terdakwa apakah ia bersalah sistem
gelombang, bila seseorang bohong maka gelombang akan bergetar cepat. Sebaliknya
jika seseorang jujur, maka gelombang tidak bergetar dengan cepat dan tidak
terdeteksi oleh alat detektor.
Namun terdapat masalah dari alat
pendeteksi kebohongan ini. Orang yang sedang diinterogasi dengan menggunakan lie detector meskipun jujur terkadang
mengalami gugup, ketika gugup terjadi perubahan fisiologis dalam tubuhnya,
perubahan fisiologis ini langsung dinyatakan sebagai sebuah kebohongan.
Sementara di sisi lain ada orang yang sudah terbiasa berbohong, sehingga lie detector kembali mengalami kesalahan
dalam pengambilan keputusan.
David Lykken dari Minnesota
University menyatakan bahwa alat ini masih cukup akurat, namun tingkat
sesalahannya belum dapat diterima sepenuhnya. Karena itu penggunaan lie detector ini dilarang dalam bagian
pemerintahan, tetapi masih digunakan di kepolisian untuk menginterogasi dan
dalam dunia bisnis dan pekerjaan dalam menyaring tenaga kerja.
PERAN BELAJAR DAN BUDAYA DALAM EMOSI
Pada dasarnya emosi tidak perlu diajarkan dan
dipelajari. Tetapi pembelajaran tersebut memiliki dua peranan penting. Pertama,
pembelajaran lebih mempengaruhi ekspresi akan emosi daripada mempengaruhi
pengalaman yang dialami. Contohnya pada beberapa budaya, dianjurkan untuk
menunjukkan emosi secara langsung sedangkan budaya lainnya lebih dianjurkan
untuk tidak terlalu menunjukkan emosi. Paul Ekman melakukan suatu eksperimen
yang melibatkan orang Jepang dan Amerika. Kepada mereka diperlihatkan film yang
mengandung kekerasan dan penganiayaan. Saat mereka sendiri, mereka dapat
menunjukkan ekspresi mereka. Namun ketika mereka harus menonton bersama orang
lain, orang Jepang cenderung untuk menyembunyikan ekspresi mereka dimana orang
Amerika tetap menunjukkan ekspresi yang sama dengan saat menonton sendirian.
Kedua, budaya yang berbeda menunjukkan interpretasi
yang berbeda terhadap suatu situasi yang menghasilkan emosi. Pada suatu
eksperimen pada mahasiswa Afrika dan Amerika, didapatkan hasil bahwa dalam
suatu kondisi negatif, mahasiswa Afrika cenderung menyalahkan orang lain
sementara mahasiswa Amerika cenderung menyalahkan diri sendiri.
MENGEJAR KEBAHAGIAAN
Faktor-faktor apakah yang dapat membuat manusia
bahagia? Pada dekade terakhir abad 20, para psikolog telah banyak mempelajari
tentang kebahagiaan.
APAKAH UANG DAPAT MEMBELI KEBAHAGIAAN?
Masyarakat dari negara-negara stabil mengaku bahwa mereka memiliki hidup
yang lebih bahagia daripada masyarakat dari negara miskin. Namun tetap saja ada
sesuatu yang membingungkan di sini, yakni apakah mereka lebih bahagia karena
keadaan negara mereka yang lebih stabil dimana hak dan kebebasan mereka lebih
terjamin ataukah pada masyarakat negara maju dengan penghasilan rata-rata
tinggi memang terdapat suatu korelasi antara penghasilan dengan kebahagiaan.
Karena setelah kebutuhan pokok seperti kebutuhan akan makanan, tempat berteduh,
dan keamanan, sudah tercapai, berpenghasilan tinggi tidaklah berkontribusi
terhadap kebahagiaan seseorang.
APAKAH MEMILIKI TEMAN DAN PACAR MEMBUAT KITA BAHAGIA?
Secara umum, orang-orang mengaku lebih bahagia saat bersama dengan teman.
Orang-orang yang telah menikah juga mengaku bahwa mereka lebih bahagia daripada
orang-orang yang tidak memiliki pacar ataupun pasangan hidup. Namun tidak semua
hubungan membawa kebahagiaan. Penilitian menunjukkan bahwa beberapa orang
menjadi sangat bahagia setelah menikah, beberapa yang lain menjadi sedikit
lebih bahagia, dan beberapa lainnya bahkan menjadi tidak bahagia.
APAKAH PEKERJAAN MEMBUAT KITA BAHAGIA?
Memiliki pekerjaan cenderung membuat orang lebih bahagia. Tidak memiliki
pekerjaan ataupun dipecat dari pekerjaan membuat orang terpuruk dan bahkan
sulit untuk bangkit. Namun, kebahagiaan yang kita dapat dari pekerjaan berbeda
satu sama lain, tergantung dengan tujuan kita bekerja. Untuk orang-orang yang
berkelut pada aktivitas seperti bekerja, hobi, pekerjaan sosial dan lainnya,
ataupun orang-orang yang merasa tertantang dengan pekerjaan itu, bagi mereka
pekerjaan akan membawa kebahagiaan. Sementara bagi orang-orang yang bekerja
keras hanya untuk keuntungan materi, mereka cenderung memiliki konflik sosial
dan keluarga yang berakhit dengan timbulnya rasa tidak bahagia.
APAKAH KEBAHAGIAAN ADALAH SESUATU YANG DITURUNKAN?
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa orang-orang dengan trait “extraversion” dan “neuroticism” memiliki
kecenderungan untuk lebih bahagia. Namun walaupun dikatakan merupakan sesuatu
yang genetik tetap saja bahagia kita juga ditentukan oleh apa yang kita
lakukan.
|
Mengapa manusia berlaku agresi? Ada pandangan yang
mengemukakan bahwa agresi adalah insting alami; pandangan lain mengemukakan
bahwa agresi adalah reaksi manusia terhadap frustasi; agresi sebagai sesuatu
yang dipelajari; dan agresi adalah hasil dari kepercayaan kita.
·
Teori Insting Freud
Menurut Freud, manusia terlahir
dengan insting agresi dan insting ini harus dipenuhi. Potensi bawah
sadar ini merupakan suatu dorongan untuk merusak diri. Agar potensi ini tidak
mengandung kekerasan Freud mengatakan bahwa pelepasan agresi dapat dilakukan dengan berbagai
cara lain, misalnya melalui persaingan dalam bisnis, olahraga, dan membaca buku
tentang kekerasan yang dinilai tidak berbahaya. Namun ada psikolog yang
mengatakan bahwa cara-cara tersebut justru meningkatkan keagresifan seseorang.
·
Teori Frustasi-Agresi
Berbeda dengan teori Freud yang
mengatakan bahwa agresi adalah insting alami yang harus dipenuhi, teori yang dipelopori
oleh Dollar, Doob, Miller, Mowre, dan Sears pada tahun 1939 ini justru mengatakan bahwa agresi adalah
reaksi dari frustasi. Agresi akan timbul jika ada rasa frustasi dari seseorang. Pada
awalnya dikatakan bahwa setiap perilaku frustrasi pasti akan menimbulkan
erilaku agresi. Tahun 1941 Miller menyatakan bahwa frustrasi menimbulkan banyak
respon, dimana salah satunya adalah agresi. Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Burnstein menyatakan bahwa frustrasi yang menetap akan mendorong perilaku
agresi.
·
Teori Social Learning
Teori ini
mengatakan bahwa manusia akan berlaku agresif hanya jika mereka mempelari bahwa
adalah sebuah keuntungan untuk berlaku agresif. Proses belajar
ini diperoleh melalui pengamatan langsung dan pengalaman langsung.
§
Pengamatan Langsung
Pengamatan
secara langsung menurut Albert Bandura menjadi mekanisme penting terhadap
perilaku agresi pada anak-anak yang dipelajari. Anak-anak ada awalnya akan
mengamati perilaku agresi orang disekelilingnya kemudian dia akan menirunya.
Bandura melakukan penelitian pada anak-anak. Penelitian ini menggunakan bobo
dollsebagai alat dan anak-anak sebagai sampel. Pertama-tama anak-anak
dipertontonkan dengan sebuah tindak agresi yang dilakukan oleh orang dewasa.
Orang dewasa ini diperlihatkan sedang memukul bobodoll, baik itu dengan tangan
kosong atau menggunakan alat. Selanjutnya anak dimasukkan ke dalam ruangan yang
berisi bobo doll. Setelah beberapa waktu terlihat bahwa anak melakukan hal yang
sama dengan apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Bahkan melakukannya dengan
cara dan alat yang sama.
§
Pengalaman langsung
Agresi juga
tergantung pada penguatan yang diterima, baik itu penguatan yang bersifat
positif ataupun negatif. Penguatan positif akan meningkatkan perilaku agresi. Penguatan
positif dalam konteks sehari-hari seringkali diekpresikan karena adanya persetujuan
verbal dari orang-orang di sekelilingnya (Wiggins dkk, 1994). Hal ini sering
kali dijumpai pada gang remaja, kelompok militer, maupun kelompok olahraga. Penguatan negatif juga dapat meningkatkan
perilaku agresi. Agresi dalam hal ini mungkin dikarenakan oleh alasan
kejadian negatif yang menimpa seseorang, seperti diejek, diserang dan kejadian
menyakitkan lainnya. Sehingga orang melakukan agresi sebagai bentuk dari balas
dendam.
Para
tokoh social learning tidak memungkiri bahwa agresi adalah sebuah reaksi
dari frustasi, tetapi yang lebih ditekankan adalah bahwa kita dapat berlaku
agresi adalah karena kita telah mempelajarinya.
Teori ini menyanggah teori Freud tentang topik kartasis
yang dilakukan dengan pelampiasan yang dianggap tidak berbahaya karena justru
para ahli yang mendukung teori ini menunjuk pada adanya kecenderungan
meningkatkannya perilaku agresi seseorang.
·
Teori Konitif
Menurut teori ini, kepercayaan
seseorang dapat mempengaruhinya dalam sikap agresi. Enam kepercayaan tersebut
meliputi:
1.
Superiority
Adanya kepercayaan bahwa kelompok tertentu berada di atas
kelompok lain sehingga ada kecenderungan terjadinya kekerasan pada kelompok inferior.
2.
Victims of Injustice
Kecenderungan kelompok-kelompok tertentu yang mengganggap
bahwa mereka adalah kelompok yang selalu dirugikan. Kepercayaan ini dapat
mengakibatkan timbulnya perilaku agresif.
3.
Vulnerability
Adanya kepercayaan bahwa suatu kelompok rawan terhadap
serangan membuat kelompok tersebut jauh lebih agresif
4.
Distrust
Adanya keyakinan bahwa kelompok yang satu tidak baik dan
dapat menyerang kelompok lain. Biasanya kelompok tersebut digambarkan sebagai
musuh jahat yang dapat mengganggu kelompok lain.
5.
Helplessness
Adanya kepercayaan bahwa suatu kelompok tidak dapat
menyelesaikan masalah yang terjadi dengan cara negosiasi. Bahkan beberapa
negara beranggapan bahwa tidak akan ada kesepakatan yang terbentuk jika tidak
dengan cara kekerasan.
6.
Sanctions of God
Ada kelompok tertentu yang beranggapan bahwa Tuhan
menginginkan mereka untuk membunuh kelompok lain dengan imbalan surga untuk
mereka.
KELOMPOK REMAJA PELAKU KEKERASAN
Perilaku agresif remaja berawal dari
orang tua yang memberi hukuman kepada anak-anak mereka. Anak-anak cenderung
bereaksi dengan menjadi lebih agresif untuk melawan perilaku agresif yang
mereka terima. Pada akhirnya para orang tua akan mengurangi pengawasan terhadap
anak-anaknya yang mereka anggap sudah sulit diatur, mengakibatkan para remaja
tersebut memiliki keleluasaan dalam bergabung dalam kelompok-kelompok yang
biasa kenal dengan sebutan geng.
Remaja-remaja yang tergabung dalam geng
biasanya memiliki pemikiran bahwa mereka adalah orang-orang yang diasingkan
oleh teman dan keluarga. Dalam diri mereka timbul suatu sikap yang selalu
menganggap mereka berbeda dengan orang lain. Mereka memiliki cara penyelesaian
masalah yang selalu dibarengi dengan kekerasan.
No comments :
Post a Comment